BAHASA SEBAGAI
SIMBOL BUDAYA ORGANISASI
Studi Kasus Perilaku
Penggunaan Bahasa di Perpustakaan
IAIN Banten*
I. Pendahuluan
1.1.
Latar Belakang
Komunikasi merupakan hal yang
pasti dilakukan oleh manusia dalam kehidupannya, demikian juga dengan makhluk
lainnya. Komunikasi merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia dalam
menjalani kehidupannya. Bahkan seorang bayi pun sudah dapat melakukan
komunikasi, seperti ketika ia menangis itu bisa jadi menandakan bahwa ia sedang
lapar atau tidak nyaman. Maka jelaslah bahwa komunikasi adalah hal penting yang
harus dipelajari dan dipahamai.
Setiap perilaku dapat menjadi
komunikasi bila kita memberi makna terhadap perilaku orang lain atu perilaku
kita sendiri. Setiap orang akan sulit untuk tidak berkomunikasi karena setiap
perilaku berpotensi untuk menjadi komunikasi untuk ditafsirkan.
Pada saat seseorang tersenyum maka itu dapat ditafsirkan sebagai suatu
kebahagiaan, ketika orang itu cemberut maka dapat ditafsirkan bahwa ia sedang
ngambek. Ketika seseorang diam dalam sebuah dialog itu bisa diartikan setuju,
malu, segan, marah, atau bahkan malas atau bodoh. Diam bisa diartikan setuju
seperti perlakuan Rasulullah saw. yaitu ketika ada seorang sahabat yang
menggosaok giginya ketika berwudhu, ini menunjukkan bahwa beliau setuju dengan
perlakuan sahabat tadi namun tidak dengan penegasan. Secara implisit semua
perlakuan manusia dapat memiliki makna yang akhirnya bernilai komunikasi.
Salah satu alat komunikasi yang
paling sering digunakan adalah bahasa. Bahasa merupakan instrumen utama bagi
manusia dalam mengintegrasikan dirinya baik secara internal maupun eksternal
sebagai individu yang berfungsi dan partisipan aktif dalam kelompok atau
masyarakat (Mc. Quown, 1978:171). Dalam konteks budaya, bahasa dipakai sebagai
sarana komunikasi (means of comunication)
individu maupun kelompok dalam mengungkapkan semua ide dan perasaan kepada
individu maupun kelompok lain. Selain itu bahasa dapat menjadi sumber daya
dalam menyikapi misteri budaya, mulai dari masalah perilaku berbahasa, latar
belakang penutur, pendayagunaan dan pemberdayaan bahasa sampai pada
pengembangan dan pelestarian nilai-nilai budaya.
Dalam suatu organisasi, penggunaan
bahasa dapat menjadi ciri atau karakter budaya dari organisasi tersebut.
Demikian pula di lingkungan perpustakaan, penggunaan bahasa dalam komunikasi
sehari-hari di lingkungan perpustakaan dapat menunjukkan identitas dan budaya
dari perpustakaan tersebut.
I.2.
Tujuan Penelitian
Tulisan ini bertujuan untuk
mengkaji cara berkomunikasi antar individu di perpustakaan dan bagaimana penggunaan
bahasa, khususnya bahasa daerah di perpustakaan IAIN Banten sebagai alat
komunikasi dan symbol budaya organisasi di Perpustakaan IAIN Banten.
1.3. Masalah
Penelitian
Masalah dalam penelitian ini
adalah seringnya penggunaan bahasa daerah dalam komunikasi sehari-hari di
perpustakaan IAIN SMH Banten dan cara berkomunikasi antar individu di
perpustakaan yang kerap menimbulkan salah paham antara petugas dan pengguna
perpustakaan sehingga dapat mengganggu pelayanan perpustakaan.
I.4. Metode Penelitian
Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode kualitatif. Metode
penelitian kualitatif menekankan pada metode penelitian observasi di lapangan
dan datanya dianalisa dengan cara non-statistik meskipun tidak selalu harus
menabukan penggunaan angka
Dalam penelitian ini penulis
menggunakan beberapa teknik pengumpulan data yang akan di tempuh, yaitu observasi dan wawancara serta menganalisis dokumen
tertulis.
Observasi adalah pengamatan langsung kepada subjek yang
akan diteliti. Hal ini di lakukan untuk
memperoleh data yang lebih aktual. Subjek yang diamati adalah perilaku individu
di perpustakaan, terutama dalam berkomunikasi dan penggunaan bahasa dalam
komunikasi tersebut. Yang dimaksud dengan individu adalah petugas perpustakaan,
termasuk pimpinan perpustakaan dan pengguna perpustakaan.
Wawancara adalah yang dilakukan oleh pewawancara (interviewer)
untuk memperoleh informasi dari terwawancara (interview). Teknik
wawancara ini di gunakan untuk menjadikan komunikasi langsung dengan objek yang
akan di teliti. Wawancara dilakukan terhadap pimpinan, petugas dan pengguna
perpustakaan. Hasil wawancara tersebut diharapkan dapat mendukung data dari
tahap pengamatan sehingga pemahaman permasalahan lebih akurat.
IV.
Hasil dan Analisa
IV.1.
Pola komunikasi di Perpustakaan IAIN Banten
Setiap individu
yang bekerja di organisasi layanan social sepert perpustakaan, menyadari bahwa
citra lembaga tersebut ditentukan oleh perilaku mereka dalam berinteraksi
dengan masyarakat pengguna dan lingkungannya. Mereka bertanggung jawab menjaga
perilaku dan etika serta memberikan layanan yang baik sehingga pengguna merasa
puas terhadap layanan yang diberikan. Demikian pula dalam berkomunikasi dengan
pengguna, petugas perpustakaan harus menjaga etika namun harus tetap tegas
sehingga pelayan di perpustakaan dapat berjalan dengan baik.
Pola
komunikasi yang dibangun antara petugas terhadap pengguna di perpustakaan IAIN Banten relative berjalan
searah. Artinya komunikasi yang terjadi cenderung menempatkan pengguna sebagai
objek, bukan sebagai mitra. Sebagai contoh dalam pemberian informasi di papan
pengumuman, bahasa yang digunakan lebih sering sebagai bahasa perintah atau
larangan. Sebagai contoh salah satu pengumuman yang tertempel berbunyi
“Dilarang membawa tas dan jaket ke ruang sirkulasi”, “Tidak melayani peminjaman
tanpa kartu anggota”, Dilarang mengobrol di ruang perpustakaan” ataupun
“Dilarang membawa makanan dan minuman ke ruang perpustakaan”.
Pola
seperti ini mencerminkan salah satu tipe budaya yang ada, yaitu budaya
kekuasaan.
Budaya ini lebih mempokuskan
sejumlah kecil pimpinan menggunakan kekuasaan yang lebih banyak dalam cara
memerintah. Budaya kekuasaan juga dibutuhkan dengan syarat mengikuti esepsi dan
keinginan anggota suatu organisasi. Seorang karyawan butuh adanya peraturan dan
pemimpin yang tegas dan benar dalam menetapkan seluruh perintah dan
kebijakannya. Kerena hal ini
menyangkut kepercayaan dan sikap mental tegas untuk memajukan institusi
organisasi. Kelajiman yang masih menganut manajemen keluarga, peranan pemilik
institusi begitu dominan dalam pengendalian sebuah kebijakan terkadang
melupakan nilai profesionalisme yang justru hal inilah salah satu penyebab
jatuh dan mundurnya organisasi.
IV.2.
Penggunaan Bahasa Daerah di Perpustakaan
IAIN Banten
Di
perpustakaan IAIN Banten, penggunaan bahasa dalam komunikasi sehari-hari sangat
beragam. Penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi antara pengguna dan
pustakawan, sesama pengguna atau sesama
pustakawan sangat beragam. Selain bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional,
bahasa daerah masih sangat sering terdengar. Karena di lingkungan akademis,
bahasa Inggris dan bahasa Arab banyak pula yang menggunakannya.
Karena berada di wilayah Banten, penggunaan bahasa
daerah yang sering digunakan adalah bahasa Jawa Banten dan bahasa Sunda. Banten
memiliki dua bahasa daerah, yaitu bahasa Jawa Banten dan bahasa Sunda. Kedua
bahasa tersebut memiliki kekhasan bila dibandingkan dengan bahasa Jawa ataupun
Sunda di tempat lain.
Bahasa Sunda Banten
adalah salah satu dialek dari Bahasa Sunda. Sesuai dengan sejarah
kebudayaannya, bahasa Sunda dituturkan di provinsi Banten khususnya di kawasan selatan provinsi tersebut
(kecuali kawasan pantura yang merupakan daerah tujuan urbanisasi dimana penutur
bahasa ini semakin berkurang prosentasenya). Bahasa Sunda Dialek Banten ini
dipertuturkan di daerah Banten selatan. Daerah Ujung Kulon di sebelah selatan
Banten, semenjak meletusnya Gunung Krakatau pada tahun 1883,
tidak dihuni lagi dan sekarang menjadi taman nasional. Selain bahasa Sunda Banten, di provinsi Banten digunakan juga bahasa Jawa Banten yang digunakan di daerah
pesisir utara Banten.
Menurut sejarahnya, bahasa Jawa Banten mulai
dituturkan di zaman Kesultanan Banten pada abad ke-16.
Di zaman itu, bahasa Jawa yang diucapkan di Banten tiada
bedanya dengan bahasa di Cirebon, sedikit diwarnai dialek
Banyumasan. Asal muasal kerajaan Banten memang berasal laskar gabungan Demak
dan Cirebon
yang berhasil merebut wilayah pesisir utara Kerajaan
Pajajaran. Namun, bahasa Jawa Banten mulai terlihat bedanya, apa
lagi daerah penuturannya dikelilingi daerah penuturan bahasa
Sunda dan Betawi. Bahasa ini menjadi bahasa utama
Kesultanan Banten (tingkatan bebasan) yang menempati Keraton
Surosowan. Bahasa ini juga menjadi bahasa sehari - harinya warga
Banten Lor (Banten Utara). Bahasa Jawa Banten atau bahasa Jawa dialek Banten
ini dituturkan di bagian utara Kabupaten Serang, Kota Serang,
Kota
Cilegon dan daerah barat Kabupaten
Tangerang. Dialek ini dianggap sebagai dialek kuno juga banyak
pengaruh bahasa Sunda dan Betawi.
Penggunaan bahasa daerah lebih sering digunakan antara
sesama pengguna perpustakaan yang berasal dari daerah yang sama. Hal ini
biasanya dilakukan oleh sesame pengguna yang sudah sangat dekat, sedangkan
bahasa yang digunakan dengan pengguna lain yang berasal dari daerah yang
berbeda digunakan bahasa Indonesia. Namun demikian terkadang dijumpai
penggunaan bahasa Arab dan Inggris diantara sesame pengguna, terutama yang
berasal dari program studi kedua bahasa tersebut.
Petugas yang paling sering berinteraksi dengan pengguna
adalah petugas sirkulasi. Meskipun jarang terdengar komunikasi dengan
menggunakan bahasa daerah, terkadang masih terdengan penggunaan bahasa daerah
antara petugas dengan pengguna yang berasal dari daerah yang sama, terutama
petugas yang memiliki hubungan yang sangat dekat dengan pengguna. Kedekatan ini
dapat terjadi karena ada petugas yang memiliki usaha sampingan berupa jasa
pengetikan makalah dan skripsi. Beberapa pengguna yang telah menjadi pelanggan
jasa pengetikan biasanya memiliki hubungan yang sangat dekat dengan petugas
tersebut dan bila berasal dari daerah yang sama biasanya akan berkomunikasi
dengan bahasa daerahnya. Menurut petugas tersebut dirinya merasa lebih akrab
dengan pelanggan jasa pengetikannya yang berasal dari daerah yang sama bila
berkomunikasi dengan bahasa daerah.
Penggunaan bahasa daerah di perpustakaan, meskipun
lebih mengakrabkan para individu di perpustakaan, sering membuat tidak nyaman
pengguna yang lain. Seorang informan yang tidak mengerti bahasa daerah
mengatakan sering merasa kurang dihargai oleh temannya yang berkomunikasi
dengan bahasa daerahnya. Pengguna yang tidak mengerti bahasa daerah setempat
menjadi enggan berkomunikasi dengan petugas yang terkadang masih menggunakan
bahasa daerah, sehingga secara tidak langsung pelayanan perpustakaan menjadi
terganggu.
V. Kesimpulan
Bahasa dipakai sebagai sarana komunikasi
(means of comunication) individu
maupun kelompok dalam mengungkapkan semua ide dan perasaan kepada individu
maupun kelompok lain. Pentingnya bahasa sebagai identitas manusia, tidak bisa
dilepaskan dari adanya pengakuan manusia terhadap pemakaian bahasa dalam
kehidupan bermayarakat sehari-hari. Dapat dikatakan bahwa bahasa dipakai sebagai simbol identitas suatu
masyarakat.
Penggunaan bahasa daerah dalam berkomunikasi di
perpustakaan dapat mengganggu hubungan antara petugas dan pengguna perpustakaan
lain yang tidak memahami bahasa daerah tersebut. Akibatnya pelayanan di
perpustakaan menjadi terganggu dan kerap menimbulkan salah paham antara petugas
dan pengguna maupun antara sesame pengguna perpustakaan.
Pola komunikasi yang dibangun antara
petugas terhadap pengguna di
perpustakaan IAIN Banten relative berjalan searah. Pola seperti ini
mencerminkan salah satu tipe budaya yang ada, yaitu budaya kekuasaan. Budaya
ini lebih memfokuskan sejumlah kecil pimpinan menggunakan kekuasaan yang lebih
banyak dalam cara memerintah.
Daftar Pustaka
Bloomfield, L. 1933. Language.
New York: Holt, Rinehart and Wiston
Fishman, J. 1996. What do
You Lose When You See Your Language. Dalam G. Cantoni (eds) Stablizing Indigeneous
Languages. Flagstaff: North Arizona University
Foley, William A. 1997. Anthropological
Linguistics an Introduction. Malden: Balckwell Publishers Inc
IAIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten.2010.
Profil IAIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten. Serang: IAIN Sultan Maulana
Hasanuddin Banten http://www.iainbanten.ac.id/ diakses pada tanggal 5 oktober
2010
Munandar, A.S. 2004. Peran Budaya Organisasi Dalam Peningkatan
Unjuk Kerja Perusahaan. Bagian Psikologi Industri dan Organisasi
Fakultas Psikologi UI, Jakarta.
Ndraha, Taliziduhu. 1988. Manajemen
perguruan tinggi. Jakarta:
Bina Aksara
Robbins, Stephen P. 1996. Teori
organisasi: struktur, desain dan aplikasi. Diterjemahkan ke dalam Bahasa
Indonesia oleh Jusuf Udaya. Jakarta: Arcan,
Saussure, Ferdinand de,. 1996. Cours
de Linguistique Generale. Diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh
Rahayu S. Hidayat dan disunting oleh Harimurti Kridalaksana. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
*Muhammad Farid Wajdi, SSi, S.IPI, M. Hum
Bekerja di Perpustakaan IAIN "SMH" Banten