Senin, 24 September 2012

BAHASA SEBAGAI SIMBOL BUDAYA ORGANISASI Studi Kasus Perilaku Penggunaan Bahasa di Perpustakaan IAIN Banten


BAHASA SEBAGAI SIMBOL BUDAYA ORGANISASI
Studi Kasus Perilaku Penggunaan Bahasa di Perpustakaan
 IAIN Banten*

I. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
              Komunikasi merupakan hal yang pasti dilakukan oleh manusia dalam kehidupannya, demikian juga dengan makhluk lainnya. Komunikasi merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia dalam menjalani kehidupannya. Bahkan seorang bayi pun sudah dapat melakukan komunikasi, seperti ketika ia menangis itu bisa jadi menandakan bahwa ia sedang lapar atau tidak nyaman. Maka jelaslah bahwa komunikasi adalah hal penting yang harus dipelajari dan dipahamai.
              Setiap perilaku dapat menjadi komunikasi bila kita memberi makna terhadap perilaku orang lain atu perilaku kita sendiri. Setiap orang akan sulit untuk tidak berkomunikasi karena setiap perilaku berpotensi untuk menjadi komunikasi untuk ditafsirkan.
Pada saat seseorang tersenyum maka itu dapat ditafsirkan sebagai suatu kebahagiaan, ketika orang itu cemberut maka dapat ditafsirkan bahwa ia sedang ngambek. Ketika seseorang diam dalam sebuah dialog itu bisa diartikan setuju, malu, segan, marah, atau bahkan malas atau bodoh. Diam bisa diartikan setuju seperti perlakuan Rasulullah saw. yaitu ketika ada seorang sahabat yang menggosaok giginya ketika berwudhu, ini menunjukkan bahwa beliau setuju dengan perlakuan sahabat tadi namun tidak dengan penegasan. Secara implisit semua perlakuan manusia dapat memiliki makna yang akhirnya bernilai komunikasi.
              Salah satu alat komunikasi yang paling sering digunakan adalah bahasa. Bahasa merupakan instrumen utama bagi manusia dalam mengintegrasikan dirinya baik secara internal maupun eksternal sebagai individu yang berfungsi dan partisipan aktif dalam kelompok atau masyarakat (Mc. Quown, 1978:171). Dalam konteks budaya, bahasa dipakai sebagai sarana komunikasi (means of comunication) individu maupun kelompok dalam mengungkapkan semua ide dan perasaan kepada individu maupun kelompok lain. Selain itu bahasa dapat menjadi sumber daya dalam menyikapi misteri budaya, mulai dari masalah perilaku berbahasa, latar belakang penutur, pendayagunaan dan pemberdayaan bahasa sampai pada pengembangan dan pelestarian nilai-nilai budaya.
              Dalam suatu organisasi, penggunaan bahasa dapat menjadi ciri atau karakter budaya dari organisasi tersebut. Demikian pula di lingkungan perpustakaan, penggunaan bahasa dalam komunikasi sehari-hari di lingkungan perpustakaan dapat menunjukkan identitas dan budaya dari perpustakaan tersebut.
I.2. Tujuan Penelitian
              Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji cara berkomunikasi antar individu di perpustakaan dan bagaimana penggunaan bahasa, khususnya bahasa daerah di perpustakaan IAIN Banten sebagai alat komunikasi dan symbol budaya organisasi di Perpustakaan IAIN Banten.
1.3. Masalah Penelitian
              Masalah dalam penelitian ini adalah seringnya penggunaan bahasa daerah dalam komunikasi sehari-hari di perpustakaan IAIN SMH Banten dan cara berkomunikasi antar individu di perpustakaan yang kerap menimbulkan salah paham antara petugas dan pengguna perpustakaan sehingga dapat mengganggu pelayanan perpustakaan.                  
I.4.  Metode Penelitian
              Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Metode penelitian kualitatif menekankan pada metode penelitian observasi di lapangan dan datanya dianalisa dengan cara non-statistik meskipun tidak selalu harus menabukan penggunaan angka
              Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa teknik pengumpulan data yang akan di tempuh, yaitu observasi dan wawancara serta menganalisis dokumen tertulis.
              Observasi adalah pengamatan langsung kepada subjek yang akan diteliti. Hal ini  di lakukan untuk memperoleh data yang lebih aktual. Subjek yang diamati adalah perilaku individu di perpustakaan, terutama dalam berkomunikasi dan penggunaan bahasa dalam komunikasi tersebut. Yang dimaksud dengan individu adalah petugas perpustakaan, termasuk pimpinan perpustakaan dan pengguna perpustakaan.
              Wawancara adalah yang dilakukan oleh pewawancara (interviewer) untuk memperoleh informasi dari terwawancara (interview). Teknik wawancara ini di gunakan untuk menjadikan komunikasi langsung dengan objek yang akan di teliti. Wawancara dilakukan terhadap pimpinan, petugas dan pengguna perpustakaan. Hasil wawancara tersebut diharapkan dapat mendukung data dari tahap pengamatan sehingga pemahaman permasalahan lebih akurat.

IV. Hasil dan Analisa
IV.1. Pola komunikasi di Perpustakaan IAIN Banten
              Setiap individu yang bekerja di organisasi layanan social sepert perpustakaan, menyadari bahwa citra lembaga tersebut ditentukan oleh perilaku mereka dalam berinteraksi dengan masyarakat pengguna dan lingkungannya. Mereka bertanggung jawab menjaga perilaku dan etika serta memberikan layanan yang baik sehingga pengguna merasa puas terhadap layanan yang diberikan. Demikian pula dalam berkomunikasi dengan pengguna, petugas perpustakaan harus menjaga etika namun harus tetap tegas sehingga pelayan di perpustakaan dapat berjalan dengan baik.
              Pola komunikasi yang dibangun antara petugas terhadap pengguna di  perpustakaan IAIN Banten relative berjalan searah. Artinya komunikasi yang terjadi cenderung menempatkan pengguna sebagai objek, bukan sebagai mitra. Sebagai contoh dalam pemberian informasi di papan pengumuman, bahasa yang digunakan lebih sering sebagai bahasa perintah atau larangan. Sebagai contoh salah satu pengumuman yang tertempel berbunyi “Dilarang membawa tas dan jaket ke ruang sirkulasi”, “Tidak melayani peminjaman tanpa kartu anggota”, Dilarang mengobrol di ruang perpustakaan” ataupun “Dilarang membawa makanan dan minuman ke ruang perpustakaan”.  
              Pola seperti ini mencerminkan salah satu tipe budaya yang ada, yaitu budaya kekuasaan.
Budaya ini lebih mempokuskan sejumlah kecil pimpinan menggunakan kekuasaan yang lebih banyak dalam cara memerintah. Budaya kekuasaan juga dibutuhkan dengan syarat mengikuti esepsi dan keinginan anggota suatu organisasi. Seorang karyawan butuh adanya peraturan dan pemimpin yang tegas dan benar dalam menetapkan seluruh perintah dan kebijakannya. Kerena hal ini menyangkut kepercayaan dan sikap mental tegas untuk memajukan institusi organisasi. Kelajiman yang masih menganut manajemen keluarga, peranan pemilik institusi begitu dominan dalam pengendalian sebuah kebijakan terkadang melupakan nilai profesionalisme yang justru hal inilah salah satu penyebab jatuh dan mundurnya organisasi.
             

             
IV.2.  Penggunaan Bahasa Daerah di Perpustakaan IAIN Banten
              Di perpustakaan IAIN Banten, penggunaan bahasa dalam komunikasi sehari-hari sangat beragam. Penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi antara pengguna dan pustakawan, sesama  pengguna atau sesama pustakawan sangat beragam. Selain bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, bahasa daerah masih sangat sering terdengar. Karena di lingkungan akademis, bahasa Inggris dan bahasa Arab banyak pula yang menggunakannya.
              Karena berada di wilayah Banten, penggunaan bahasa daerah yang sering digunakan adalah bahasa Jawa Banten dan bahasa Sunda. Banten memiliki dua bahasa daerah, yaitu bahasa Jawa Banten dan bahasa Sunda. Kedua bahasa tersebut memiliki kekhasan bila dibandingkan dengan bahasa Jawa ataupun Sunda di tempat lain.
              Bahasa Sunda Banten adalah salah satu dialek dari Bahasa Sunda. Sesuai dengan sejarah kebudayaannya, bahasa Sunda dituturkan di provinsi Banten khususnya di kawasan selatan provinsi tersebut (kecuali kawasan pantura yang merupakan daerah tujuan urbanisasi dimana penutur bahasa ini semakin berkurang prosentasenya). Bahasa Sunda Dialek Banten ini dipertuturkan di daerah Banten selatan. Daerah Ujung Kulon di sebelah selatan Banten, semenjak meletusnya Gunung Krakatau pada tahun 1883, tidak dihuni lagi dan sekarang menjadi taman nasional. Selain bahasa Sunda Banten, di provinsi Banten digunakan juga bahasa Jawa Banten yang digunakan di daerah pesisir utara Banten.
              Menurut sejarahnya, bahasa Jawa Banten mulai dituturkan di zaman Kesultanan Banten pada abad ke-16. Di zaman itu, bahasa Jawa yang diucapkan di Banten tiada bedanya dengan bahasa di Cirebon, sedikit diwarnai dialek Banyumasan. Asal muasal kerajaan Banten memang berasal laskar gabungan Demak dan Cirebon yang berhasil merebut wilayah pesisir utara Kerajaan Pajajaran. Namun, bahasa Jawa Banten mulai terlihat bedanya, apa lagi daerah penuturannya dikelilingi daerah penuturan bahasa Sunda dan Betawi. Bahasa ini menjadi bahasa utama Kesultanan Banten (tingkatan bebasan) yang menempati Keraton Surosowan. Bahasa ini juga menjadi bahasa sehari - harinya warga Banten Lor (Banten Utara). Bahasa Jawa Banten atau bahasa Jawa dialek Banten ini dituturkan di bagian utara Kabupaten Serang, Kota Serang, Kota Cilegon dan daerah barat Kabupaten Tangerang. Dialek ini dianggap sebagai dialek kuno juga banyak pengaruh bahasa Sunda dan Betawi.
              Penggunaan bahasa daerah lebih sering digunakan antara sesama pengguna perpustakaan yang berasal dari daerah yang sama. Hal ini biasanya dilakukan oleh sesame pengguna yang sudah sangat dekat, sedangkan bahasa yang digunakan dengan pengguna lain yang berasal dari daerah yang berbeda digunakan bahasa Indonesia. Namun demikian terkadang dijumpai penggunaan bahasa Arab dan Inggris diantara sesame pengguna, terutama yang berasal dari program studi kedua bahasa tersebut.
              Petugas yang paling sering berinteraksi dengan pengguna adalah petugas sirkulasi. Meskipun jarang terdengar komunikasi dengan menggunakan bahasa daerah, terkadang masih terdengan penggunaan bahasa daerah antara petugas dengan pengguna yang berasal dari daerah yang sama, terutama petugas yang memiliki hubungan yang sangat dekat dengan pengguna. Kedekatan ini dapat terjadi karena ada petugas yang memiliki usaha sampingan berupa jasa pengetikan makalah dan skripsi. Beberapa pengguna yang telah menjadi pelanggan jasa pengetikan biasanya memiliki hubungan yang sangat dekat dengan petugas tersebut dan bila berasal dari daerah yang sama biasanya akan berkomunikasi dengan bahasa daerahnya. Menurut petugas tersebut dirinya merasa lebih akrab dengan pelanggan jasa pengetikannya yang berasal dari daerah yang sama bila berkomunikasi dengan bahasa daerah.
              Penggunaan bahasa daerah di perpustakaan, meskipun lebih mengakrabkan para individu di perpustakaan, sering membuat tidak nyaman pengguna yang lain. Seorang informan yang tidak mengerti bahasa daerah mengatakan sering merasa kurang dihargai oleh temannya yang berkomunikasi dengan bahasa daerahnya. Pengguna yang tidak mengerti bahasa daerah setempat menjadi enggan berkomunikasi dengan petugas yang terkadang masih menggunakan bahasa daerah, sehingga secara tidak langsung pelayanan perpustakaan menjadi terganggu.
V. Kesimpulan
              Bahasa dipakai sebagai sarana komunikasi (means of comunication) individu maupun kelompok dalam mengungkapkan semua ide dan perasaan kepada individu maupun kelompok lain. Pentingnya bahasa sebagai identitas manusia, tidak bisa dilepaskan dari adanya pengakuan manusia terhadap pemakaian bahasa dalam kehidupan bermayarakat sehari-hari. Dapat dikatakan  bahwa bahasa  dipakai sebagai simbol identitas suatu masyarakat.                                                  
              Penggunaan bahasa daerah dalam berkomunikasi di perpustakaan dapat mengganggu hubungan antara petugas dan pengguna perpustakaan lain yang tidak memahami bahasa daerah tersebut. Akibatnya pelayanan di perpustakaan menjadi terganggu dan kerap menimbulkan salah paham antara petugas dan pengguna maupun antara sesame pengguna perpustakaan.
              Pola komunikasi yang dibangun antara petugas terhadap pengguna di  perpustakaan IAIN Banten relative berjalan searah. Pola seperti ini mencerminkan salah satu tipe budaya yang ada, yaitu budaya kekuasaan. Budaya ini lebih memfokuskan sejumlah kecil pimpinan menggunakan kekuasaan yang lebih banyak dalam cara memerintah.                                                                     

Daftar Pustaka
Bloomfield, L. 1933. Language. New York: Holt, Rinehart and Wiston

Fishman, J. 1996. What do You Lose When You See Your Language. Dalam G.  Cantoni (eds) Stablizing Indigeneous Languages. Flagstaff: North Arizona University

Foley, William A. 1997. Anthropological Linguistics an Introduction. Malden: Balckwell Publishers Inc

IAIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten.2010. Profil IAIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten. Serang: IAIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten http://www.iainbanten.ac.id/ diakses pada tanggal 5 oktober 2010

Munandar, A.S. 2004. Peran Budaya Organisasi Dalam Peningkatan Unjuk Kerja Perusahaan. Bagian Psikologi Industri dan Organisasi Fakultas Psikologi UI, Jakarta.

Ndraha, Taliziduhu. 1988. Manajemen perguruan tinggi. Jakarta: Bina Aksara

Robbins, Stephen P. 1996. Teori organisasi: struktur, desain dan aplikasi. Diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Jusuf Udaya. Jakarta: Arcan,

Saussure, Ferdinand de,. 1996. Cours de Linguistique Generale. Diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Rahayu S. Hidayat dan disunting oleh Harimurti Kridalaksana. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

*Muhammad Farid Wajdi, SSi, S.IPI, M. Hum
 Bekerja di Perpustakaan IAIN "SMH" Banten


Tidak ada komentar:

Posting Komentar